Keberadaan LSM AUDEC (Aceh Utara Development Committe) atau DEC (Development Committe) yang merekrut sejumlah warga dengan persyaratan menyerahkan ijazah dan kartu keluarga baik yang fotocopy maupun scanner telah membuat sepenjuru warga Aceh mumang (bingung).
Pasalnya sejumlah orang yang sudah
duluan terlibat dalam LSM tersebut mensosialisasikan bahwa organisasi
tersebut adalah pengganti pendamping PNPM yang telah dibubarkan akhir
tahun lalu dan Audec atau Dec akan memberikan gaji yang super besar
untuk pekerjanya. Baca Juga : Dua Pengurus AUDEC Ditangkap
Keberadaan kantor, website yang tidak
jelas layaknya lembaga resmi seperti yang pernah dikenali masyarakat
sebelumnya serta program yang akan dikelola super besar membuat warga
merasa curiga dengan keberadaan LSM bernama DEC tersebut.
Bahkan seorang sumber di Aceh Utara
menyebutkan saat seorang mengajaknya bergabung, ia disuguhkan angin
surga, dimana Audec akan menerima dana dari bank Swiss tanpa dapat
diaudit oleh BPK dan KPK.
Sumber tersebut juga menambahkan pola
perekrutan dapat dilustrasikan layaknya bahasa penjual obat keliling dan
petugas asuransi, dimana orang yang telah duluan bergabung, sebelum
menebar harapan, terlebih dahulu menanyakan berapa gaji para calon yang
akan diajak. Setelah diberitahukan, mereka menyepelekan dan langsung
mengatakan bahwa bekerja di Audec dengan gaji besar.
“Ini gede gajinya, kerjanya ringan”
“Siapa yang ngak mau gajinya gede
dikondisi susah cari kerja sekarang, taunya kemudian membingungkan,”
Ujar Juli seorang warga yang mengaku sempat mengirim syarat untuk
menjadi anggota AUDEC.
Bukan cuma itu keberadaan DEC atau Audec
juga telah meresahkan masyarakat dengan isu bahwa lembaga itu sedang
merekrut sejumlah orang untuk kepentingan Kristenisasi.
Isu ini juga dikoloborasi dengan adanya
permintaan KTP serta KK untuk syarat masuk sebagai anggota AUDEC (Aceh
Utara Development Committe). Dan disebutkan bahwa foto copy KTP dan KK
sebagai syarat untuk pendirian gereja di Aceh.
Keberadaan DEC atau Audec di Aceh Utara
dan Bidec di Bireuen serta DEC-DEC yang lain di kabupaten di Aceh begitu
membingungkan dan meresahkan masyarakat. Walau sudah begitu meluasnya
isu dan tudingan terhadap lemabaga tersebut, namun belum diketahui apa
sebenarnya yang akan dikerjakan lembaga itu.
Sebelum jauh melangkah coba kita reviw sedikit kebelakang.
Ingatkah anda dengan apa yang pernah terjadi pada era tahun 2007 dengan gebrakan munculnya kantor Dewan Keamanan PBB di Aceh?
Saat itu lembaga PBB itu mengumpulkan
sejumlah permohonan, dan berkas pegawai bakti dan honorer dengan
iming-iming diangkat sebagai pegawai negeri. Namun kemudian kantor PBB
itu ternyata bodong, dan akhirnya pengurus yang menambalkan dirinya
dengan sejumlah title itupun berakhir ke penjara.
Lalu bagaimana dengan DEC, apa gerangan dengan lembaga itu, berjuta pertanyaan muncul?
Apakah menyimpan misi besar, atau untuk
kepentingan segelintir orang untuk misi proposal kepada pemerintah atau
untuk menyelamatkan kehidupan sesaat dengan cara memberi sejumlah
harapan pekerjaan kepada orang lain, disitulah perputaran uang akan
berlangsung, karena diberbagai tempat biaya administrasi tidak luput
dikutip saat berlangsung pendaftaran. Kumpulan biaya itu setidaknya
telah menjadi sumber pendapatan awal khususnya bagi pengurus disatu
kawasan atau distrik.
Ataukah pengumpulan KTP dan KK untuk
mendapatkan legalitas atau transaksi politik jelang tahun 2017, atau
semuanya sama –sama dalam kepentingan meyakini dan harapan dikala risau
melihat peluang kerja dan kondisi ekonomi masyarakat Aceh yang sedang
galau? Entah lah, kita tunggu saja episode berikutnya. | IRV|
No comments:
Post a Comment